Bintang bukan Virgie
Siang yang cukup cerah, suhu sinar matahari
berada pada suhu ideal bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Ah,terlalu
ilmiah ya? Jika ditranslate dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti,suhu siang
ini sangat tepat untuk menikmati semangkuk es jenis apa pun.
“Ting...tong,” suara bel rumah menggema ke penjuru ruangan. Gadis itu
merapikan rambutnya sebentar sebelum berlari keluar kamar untuk membukakan
pintu.
Laki-laki muda itu sedang berdiri membelakangi pintu teras rumah, bersandar
pada salah satu pilar. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sembari
memandangi point of interest halaman rumah ini.Sebuah air mancur mini lengkap
dengan kolam ikan terletak di sudut halaman rumah. Dia sedang akan mencoba
menghirup udara segar ketika pintu rumah ini terbuka.
Laki-laki itu berbalik dan mengucapkan sebuah kata yang terlalu sering
diucapkan untuk membuka pertemuan. “Hai!”
Gadis yang masih tampak bersembunyi di balik pintu itu tersenyum. Kemudian
membukakan pintu dengan sempurna dan keluar untuk menyambut kedatangan
princenya. Tapi...dia mengamati penampilan laki-laki itu.Celana jeans dan kaos
biru donker? Sebentar sebentar. Ini terlalu santai.Terlalu santai jika
dibandingkan dengan penampilannya.
“Hei,” kata laki-laki itu sambil terkekeh.“Kamu terlalu formal,bintang
sayang!” komentarnya melihat gadisnya mengenakan sebuah dress meskipun dress
itu simple.
“Kamu juga,” balas Bintang. “Terlalu santai.Emang kita mau kemana?”
Laki-laki itu mendekat ke arah Bintang,meletakkan kedua tangannya di pundak
Bintang dan memutar tubuh itu hingga membelakanginya.
“Kenapa sih, Lex?” tanya Bintang heran dengan perlakuan Alex.
“Kamu,” kata Alex sambil mendorong pelan tubuh itu masuk ke dalam rumah. “Ganti
pakaian yang lebih santai. Kita mau kepantai.”
“Ke pantai?”
“Udah cepetan ganti!” katanya sambil memaksa tubuh Bintang masuk kembali ke
dalam rumah.
***
Hamparan pasir putih itu terbentang dari ujung barat ke ujung timur,
menghambur di tepian pantai yang beralun tenang. Di ujung barat dan timur,
tampak beberapa batuan dan karang turut serta menambah keindahan panorama
pantai ini. Angin pantai yang khas datang menyapa dua sejoli yang tengah duduk
di sepanjang semen hitam yang memang di design sebagai tempat bersantai. Di
bawah pohon yang berdaun cukup lebat ini, mereka duduk menghadap laut.
“Kok tumben banget sih ngajakin ke pantai?”tanya Bintang sambil
menselonjorkan kedua kakinya, melampaui batas antara semen dan pasir. Dia
menoleh ke arah Alex yang duduk dengan memeluk kedua lututnya santai.
“Nggak suka ya?” Alex gantian menoleh pada bintang dan tersenyum ketika
memandangi wajah cantik itu. Rambut panjang gadis di hadapannya ini menari-nari
tertiup angin, sebagian jatuh di bagian wajahnya. Alex menggerakkan tangannya
untuk menyibakkan anak rambut itu dan seperti biasa, Bintang hanya tersipu malu
menerima perlakuan itu.
“Mmm,” Bintang mencoba menutupi kegugupannya karena perlakuan Alex barusan.
Respon dalam dirinya memang tidak pernah berubah, degup jantungnya selalu
berpacu lebih cepat tiap kali Alex memperlakukannya demikian. “Suka sih, udah
lama nggak ke pantai. Tapi heran juga kenapa kamu milih pantai, biasanya kan
kamu lebih suka nonton atau nyasar ke time zone. Lah ini? Pantai? Kayaknya kok
nggak Alex banget!”
alex terkekeh. Terdiam untuk beberapa saat dan kembali menikmati panorama
pantai, menerawang jauh ke hamparan biru dihadapannya. “Karena pantai ini
indah. Ya kan, Vir?” katanya kemudian masih dengan tatapan lurus ke depan.
Bintang tersenyum kecut mendengar sapaan itu.Dia membuang muka. Ini sudah
ketiga kalinya Alex memanggilnya ‘Vir’ semenjak mereka datang di tempat ini.
Dia menunduk. Dan alasan itu, sungguh tidak masuk akal.Jelas bukan itu alasan
Alex mengajaknya kemari. Bukan. Alex bukan tipikal orang yang suka dengan
keindahan pantai semacam ini. Bintang tahu itu.
“Oh iya, Bintang,” kata Alex yang diam-diam disyukuri bintang karena
akhirnya alex ingat dengan namanya. “Emang kamu nggak suka pantai ya?”
Bintang tersenyum tipis, senyum yang sangat dipaksakan. “Pertanyaanmu yang
tadi kayaknya punya inti yang sama deh!”
“Oya?” Alex menoleh cepat ke arah bintang.
Bintang mendecakkan lidah. “Ayolah,lex, aku tahu kamu sedang tidak konsen!”
umpatnya dalam hati. Dia memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan alex.
Hening. Hanya deburan ombak kecil yang terdengar sayup di telinga mereka.
Arak-arakan buih itu seakan mengambarkan hati Bintang yang mulai bergejolak.
Ada perasaan-perasaan kecil yang menyeruak dalam hatinya. Perasaan itu. Muncul
lagi.
“Main air yuk!” Alex meraih pergelangan tangan bintang. Bintang menatap
alex sebentar dan akhirnya beranjak.
Mereka berdua berjalan bersisian di sepanjang bibir pantai, menikmati
kelembutan pasir pantai lewat kulit kaki mereka yang sengaja tidak memakai
alas. Matahari sudah agak condong ke barat, sinarnya juga sudah menghangat tak
sepanas tadi.
Bintang masih berjalan lurus menyusuri hamparan pasir, sedangkan alex entah
kenapa sudah tidak di sampingnya lagi. Sepertinya berhenti sejenak. bintang
tetap berjalan menikmati sepoi angin yang ditawarkan oleh laut. Siapa tahu
angin itu dapat menerbangkan gundukan kegalauan dalam hatinya.
“Woi,bintang,” teriak alex dari belakang.bintang menoleh dan. . .
“Cipak!” percikan air laut bersarang di wajah bintang.
“Alex....,” teriak bintang manja sambi mengelap wajahnya. Detik selanjutnya
dia sudah berlarian mengejar alex, sambil membawa pentungan (?). alex pun
berlari lebih cepat untuk menghindari bintang yang terkadang berlaku bar-bar
kalau alex menjahilinya.
“Stop! Stop! Stop!” kata alex sambil berhenti membungkuk, ngos-ngosan! Dia
menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang kering. “Capek!”
bintang berdiri di samping alex sambil melipat tangannya di depan dada.
“Hah, cemen, segitu aja capek!” katanya sambil mencibir.
alex menoleh cepat, dia menegakkan tubuhnya kembali dan langsung memiting
lengan bintang. “Apa kamu bilang? Mau aku ceburinke laut?” katanya sambil
menyeret-nyeret bintang ke arah laut.
“Ahhh, alex alex jangan dong!” bintang meronta-ronta ingin melepaskan diri,
namun tangan alex lebih kuat menahan lengan bintang.
“Haha, salah sendiri ngatain aku cemen! Belom pernah diceburin ke laut kan?
Ha?” alex masih menariknya sambil tersenyum lebih jahil. Kaki-kaki mereka kini
telah menyentuh pingggiran air laut.
“Ceburin aja kalo tega!” bintang menjulurkan lidah.
“Kenapa nggak? Ayo!”
“Ahh, ahh, becanda,alex!”
“Nggak ada becanda-bencandaan!” alex menarik lengan bintang lebih keras.
“Itu konsekuensi karena kamu telah berani mengejek Alex!”
“Hah? Sebegitunya!”
“Biarin! Sini,” Alex menyeret Bintang lebih jauh hingga tinggi air laut
berada pada lutut mereka.
“Ahh! Ampun, lex!” teriak bintang sambil memasang muka melas, kali aja Alex
prihatin.
Alex berhenti. Tuh kan iya, alex prihatin.Tapi kini raut mukanya lebih serius.
“Minta maaf dulu sama Pangeran alex!”
“Ha? Nggak!” bintang memalingkan wajah sok nggak peduli.
“Ceburin apa minta maap?”
bintang menatap wajah alex yang masih tersenyum menggoda. “Sungguh diriku
dilanda dilema. Pilihan yang sulit!”katanya sambil sok berpikir keras.
“Cepetan! Minta maap! Atau aku ceburin nih?” ancam alex.
bintang mendecakkan lidah. “Ck, iya iya, aku minta maap!”
“Apa?”
“Minta maap!”
“Nggak ikhlas banget!”
“Ihh, iya deh! Pangeran alex yang ganteng,bintang
minta maaf yah!” rajuk bintang manja.
alex tersenyum puas sambil mengacak-acak rambut
bintang. “Ihh, gemes tauk!” kata alex. Dia kemudian menggandeng pergelangan
bintang. “Duduk lagi yuk,Vir, capek!”
bintang tertegun, dia terdiam, senyum yang
tadinya ada di bibirnya menyusut. Kakinya tidak bergerak dari tempatnya berdiri
padahal tangan alex telah menariknya untuk berjalan, meninggalkan tempat ini.
“Kenapa?” tanya alex melihat bintang yang tidak
merespon ajakannya. bintang memalingkan wajah. alex yang sudah berjalan satu
langkah dihadapannya mendekat lagi.
“Ini adalah keempat kalinya kamu manggil
aku‘vir’!” kata bintang pelan.
alex terhenyak. Raut mukanya menampakkan rasa
bersalah. Kesalahan yang sudah berulang kali ia lakukan selama empat bulan ini
bersama bintang. Dia menunduk sebentar, tak ingin mengucapkan kata maaf karena
itu sudah terlalu sering ia ucapkan dan toh akhirnya ia langgar lagi. Tak ada
gunanya! Ia memutuskan untuk menggerakkan kepalanya ke arah barat dan
memicingkan mata ketika melihat sesuatu di arah sana.
“Kamu,” kata alex pelan. “Balik ke tempat yang
tadi ya! Aku beliin minuman!”
bintang mendesah pelan, ia tahu alex berusaha
mengalihkan pembicaraan agar tak mengungkit masalah itu lagi. bintang hanya mengangguk
sebagai jawaban. Hal yang sudah terlalu sering ia lakukan. Dengan berat hati,
ia berjalan gontai ke tempat tadi.
bintang termenung sambil menatap lurus kedepan.
Pikirannya sudah terpenuhi masalah itu. Ya, hanya masalah itu. Alex memang
sudah sering memanggilnya ‘vir’ atau pun ‘virgie’. Nama kekasihnya yang sudah
putus selama setahun belakangan ini. bintang tahu, mereka putus karena
kepindahan virgie ke Aussie. virgie akan menetap di sana dan mengambil
keputusan untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak ada masalah di antara mereka,
jadi wajar saja jika alex terus saja teringat akannya.
bintang menggerak-gerakkan telunjuknya di atas
pasir, membentuk pola abstrak untuk mengurangi kegalauan hatinya. Tapi, sampai
kapan alex akan seperti ini? Mencintai bintang dibalik bayang semu seorang yang
seharusnya sudah menjadi masa lalunya. Apa tadi? Mencintai? Dan bahkan saat ini
bintang ragu apakah cinta itu ada di antara mereka.
bintang menghembuskan nafas berat, dia masih
mengukir sesuatu di atas pasir itu. Entahlah. Dia tak pernah tahu kenapa dia
bisa bertahan. Mungkin karena alex adalah orang pertama yang mampu membuatnya
tersanjung, mampu membuatnya melayang dengan perlakuan-perlakuannya. Seseorang
yang telah sukses membuat tersipu-sipu saat memandangi wajahnya. Ya, karena
alex yang pertama. Karena dia mencintai alex, dan itulah yang membuatnya
bertahan.
Virgie. Ingatan bintang kembali ke sosok
itu.Mungkin iya,ia tidak secantik virgie, tidak sebaik virgie, tidak memiliki
bakat seperti yang dimiliki virgie, tidak sepopuler virgie, tidak memiliki
semua kelebihan yang dimiliki virgie. Tidak. Siapa sih bintang dibandingkan
virgie?Harusnya bintang sadar akan hal itu dari dulu. Dia siapa? Dia tidak
mungkin mampu menggantikan virgie. Sesak memenuhi rongga hatinya tiap kali
mengingatakan hal ini. Dia tidak memiliki apa pun. Karena dia berbeda dengan
virgie,karena dia bukan virgie, karena dia bintang. BINTANG. Lagi-lagi bintang
menghembuskan nafas berat, berharap kegalauannya akan sedikit terobati. Dia
menyadari satu hal kini. Bahwa sebenarnya ia lelah dengan kondisi ini.
“Hei!” suara alex menyadarkan dari lamunan
pendeknya. Pendek? Lamunan akan hal ini tak pernah menemui ujung.
alex membawa dua cone es krim rasa tiramisu dan
menyodorkan salah satunya kepada bintang. “Nih, mumpung panas-panas
gini.Lumayanlah!” Setelah bintang menerima es krim tersebut, alex duduk di
sampingnya.
bintang melihat es krim itu dan begitu tahu rasa
es krim itu, tiramisu, ia tersenyum muram. Ia sudah tidak berminat lagi. Ia
menunduk mengamati es krim yang ada di genggamannya kini dengan lesu.
“Virgie suka tiramisu ya?” tanya bintang.Setengah
mati ia menahan sesak dalam dadanya tiap mengungkit masalah itu.
alex yang baru saja membuka bungkus es krim itu
menoleh cepat. “Nggak usah bahas itu lagi, bin! Please!”
“Tapi iya kan?” bintang mendesak. Ia hanya ingin
semua ini lebih jelas. Itu saja.
“Tahu darimana?” Astaga, alex sebenarnya bodoh
atau tolol sih.
bintang menutup matanya. Dan Lihatlah, betapa
alex tidak peka dengan hal ini. Betapa alex selalu tidak sadar dengan apa yang
dia lakukan. Tidak sadar setiap kali memanggil bintang dengan nama virgie,tidak
sadar dengan apa yang dia lakukan sebenernya lebih karena bayang-bayang
virgie.
“Kamu tahu kan, lex, aku nggak suka tiramisu.Aku
udah pernah bilang kan dulu?” kata bintang berat. Mengungkap kenyataan bahwa
alex lebih ingat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan virgie ketimbang
dirinya.
alex terhenyak. Lagi dan lagi dan terus saja dia
seperti ini. Penyesalan itu sudah tidak ada gunanya lagi. Ingin rasanya ia
memaki dirinya sendiri, yang terlalu bodoh dengan urusan ini. Ia sudah segenap
hati berusaha melupakan kenangan itu, tapi nyatanya tak semudah yang ia
bayangkan. Ingatan itu terus dan terus saja melekat di benaknya. Bahkan untuk
melupakannya, ia harus menyakiti seseorang. Seseorang yang sebenarnya terlalu
tidak pantas untuk menerima perlakuan ini.
bintang menyodorkan kembali cone es krim itu
kepada alex. Jelas. Es krim sudah tak menarik lagi. alex menerima es krim itu
dan memutuskan meletakkan kedua cone es krim, es krimnya dan es krim bintang,
diatas pasir. Biarlah ia melumer.
Untuk beberapa waktu mereka terdiam, bintang
hanya menunduk mencari cangkang kerang yang mungkin saja bisa ia lemparkan
jauh. Sejauh ia bisa memendam semua ini. Sedangkan alex? Ia sudah pasrah, ia
tahu ia salah.
alex memberanikan diri untuk meraih pergelangan
tangan bintang. “Kita pulang aja yuk, vir!” Ops! Tiba-tiba alex sendiri yang
beraksi hebat dengan panggilan itu. Arghhhhh! Kenapa satu suku kata itu muncul
lagi? Alex merutuki sendiri kebodohannya. Ingin rasanya alex membenturkan
kepalanya, yang telah mengkomando secara tidak ia sadari untuk selalu melakukan
hal bodoh itu.
Bintang menunduk, tersenyum kecut, dan melepaskan
pelan genggaman tangan alex. Air matanya mulai menggenang dipelupuk matanya.
“Sebenernya kamu pacaran sama siapa sih, lex aku atau virgie?”tanyanya dengan
nada suara bergetar. Ia menahan agar air mata itu tidak terjatuh.
alex. Ia sudah kehilangan semua akalnya untuk
menjawab pertanyaan bintang. Rasa bersalah itu hampir tak ada gunanya. Tiap
waktu ia merasa bersalah, tapi toh dirinya tak bisa lepas dari semua itu. Ia
pasrah menerima segala konsekuensi dari semua ini.
“bintang, mungkin kata maaf udah terdengar basi
bahkan kadaluarsa di telingamu, tapi,” alex tak mampu meneruskan
kata-katanya.“Ck,” dia mendecakkan lidah dan terdiam sebentar hingga akhirnya
mengambilancang-ancang untuk berhati-hati mengucapkan kalimat ini. “Kamu sama
virgie punya banyak kesamaan.”
“Tapi aku bukan virgie. Aku bintang.” bintang tak
bisa membohongi bahwa hatinya mulai berontak.
“Aku tahu, bintang, aku tahu. Dan itulah yang
membuat aku suka sama kamu. Sungguh, di awal aku memang tertarik
denganmu,dengan bintang. Tapi, tapi entahlah. Semakin lama aku bersama kamu,
semakin aku selalu teringat dia. Aku pikir aku mampu melupakannya, tapi
ternyata,” alex tak meneruskan kalimatnya.
“Tapi ternyata kamu selalu ingat sama dia
kan?Selalu ingat tempat kesukaannya kan? Pantai ini, kamu mengajakku ke sini
juga pasti dengan alasan yang sama. Karena dia suka dengan tempat ini kan?”
Alex terpojok, entah kenapa kata-kata itu begitu
menohok dirinya. Karena ternyata itulah kenyataan yang selama ini terjadi, yang
selalu coba ia sangkal. Namun. Tak mampu. alex mendesah pelan.“Ternyata dia
belum bisa hengkang secara sempurna dari ingatanku, dan justru kamu yang
membangkitkan kenangan itu.”
bintang masih menunduk. Gejolak dalam hatinya itu
makin tak karuan. Akhirnya alex mengakui hal itu juga. Hal yang sebenarnya
sudah bintang pastikan selama ini. bintang tersenyum tipis, menyadari
kebodohannya sendiri.
“Kalian terlalu mirip, bintang. Kalian yang
selalu tersipu tiap kali aku menyanjung kalian, kelembutan kalian, kalian yang
sering manja tapi sebenernya dewasa.”
Jlep! Pengakuan itu begitu menyayat hati bintang.
“Ayo, lex, terus saja ucapkan semua itu. Terus! Terus ungkapkan kenyataan
dibalik semua ini! Biar aku nggak setengah-setengah lagi merasakan sakit ini!”
gumamnya, dalam hati.
“Entah, bin, aku memang bodoh!”
bintang beranjak. Terdiam sebentar sambil
memejamkan mata, mencari kekuatan untuk mampu membuka mulut. “Aku rasa kamu
harus memikirkan ulang semua ini. Dan itu butuh waktu!”
alex ikut berdiri, dan ia tahu arah pembicaraan
bintang. Ia akan menerima segala sesuatu sebagai konsekuensi dari sikapnya
selama ini. Ia juga tak mau terus-terusan menyakiti bintang kan?
“This is the end of this story,” kata bintang
mantap. Alex menunduk pasrah.bintang berbalik untuk meninggalkan
alex.Meninggalkan semua sakit hatinya.
“bintang!” kata alex. bintang berhenti dan entah
bujukan dari mana ia berbalik lagi, menghadap alex. alex berjalan mendekat ke
arah bintang, berdiri tepat dihadapannya. “Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir?”
bintang tak menjawab, ia hanya menunduk.Mengamati
butiran pasir yang harus rela menyaksikan akhir dari hubungannya. Alex mendekat
lagi dan detik selanjutnya bintang sudah berada dalam dekapan alex.
Bintang memejamkan mata, aliran bening itu
akhirnya terbentuk di pipinya. Bahkan dekapan alex pun tak mampu meredam
hatinya yang memberontak. Rasanya berjubel batuan besar terjejal di
hatinya,memenuhi seluruh rongga hatinya. Menyesakkan. Ia mencintai alex, masih
mencintai seseorang yang mendekapnya kini. Tapi apalah daya. Kenangan
sepertinya telah mengalahkan cinta yang ia tawarkan. Ah, ayolah alex! Lepaskan
dekapanmu! Ini hanya akan menambah kepiluan hati bintang.
bintang menarik diri dari dekapan alex,menunduk
sebentar untuk menyusut air matanya. Ia memberanikan diri untuk mendongak,
menatap wajah alex yang kini tak terbaca. Ia mencoba untuk memberikan senyum,
senyum yang sebenarnya begitu menyakitkan. Cukup dua detik saja, ia lalu
berbalik dan berjalan cepat meninggalkan tempat ini.
***
Lupakan aku
Kembali padanya
Aku bukan
siapa-siapa untukmu
Kucintaimu
Tak berarti bahwa
Kuharus memilikimu
slamanya
(D’masiv - di
antarakalian)
-THE END-