A Teen Story - Cerita remaja
Yg belom baca part 1 nya klik aja linknya :) http://ekanuroktaviani29.blogspot.com/2015/03/cerita-remaja-takut-jatuh-cinta-part-1.html
Ketika kau menyadari bahwa rasa itu
ada. Kau tak akan bisa menampiknya. Satu hal , Jalani saja. Perjuangkan hatinya
jika kau menyadari rasa itu begitu tulus, pertahankan ia di hatimu jangan
sampai ada orang lain yang mencoba untuk menerobos masuk dengan memaksa dan
mengambil hatinya dari hatimu.
Beberapa hari kemudian.
Entah kenapa sejak kejadian itu olivia
lebih sering terlihat salah tingkah ketika ia Rakka
sarah dan Debo bercanda tertawa bersama ketika Rakka
melemparkan lelucon yang tidak terlalu lucu tapi terlihat lucu ketika rakka
yang berbicara. Ada apa sebenarnya dengan dirinya. Apakah ia su…. ah tidak mungkinlah.
Iakan baru mengenal Rakka dan nyaman hanya menjadi teman
bercandanya rakka. Iapun tak pernah berharap sesuatu. Berharap memiliki
rasa itu. –dan mungkin juga- berharap rakka memiliki rasa itu.
Tapi ternyata gadis itu tidak cukup
peka. Mungkin karena ia juga baru merasa seperti ini baru-baru ini. olivia
mana pernah tau, dan mungkin tidak ingin tau. Walaupun ia sendiri tau bahkan
dari kelas 5 SD sudah banyak teman laki-lakinya yang ingin dekat dengannya. Tapi tanggapan olivia
sama, hanya membalas pujian bocah laki-laki itu dengan senyum manisnya dan
bersedia berteman dengan semuanya. Mungkin karena ia masih terpaku dengan masa
kecilnya.
Padahal teman-teman dekat lainnya sarah,dan
Debo- menyadari sesuatu. Sesuatu yang janggal. Entah pada sikap olivia
maupun rakka. Ketika rakka melemparkan lelucon seperti biasanya
mereka tertawa seperti biasanya pula, dengan tertawa lepas. Tapi olivia?
sarah dan Debo merasa tawanyalah yang paling terlihat menyolok.
Seakan ada sesuatu, seakan hanya untuk Olivia lah lelucon yang dilemparkan rakka.
Lalu saat semua sudah diam, bahkan olivia kadang-kadang
masih suka tersenyum sendiri. Entah apa yang ia fikirkan. Begitu juga dengan Rakka,
ketika olivia menimpalkan lelucon Rakka dengan apa yang ada difikirannya,
semua tertawa. Tapi Rakka? Tertawa juga pastinya, tapi
entah mengapa pula, tawanya selalu seakan mengisaratkan sesuatu.
Semilir angin meriuh-riuh tanpa
ampun diluar sebuah ruangan, kelas X A yang biasa penghuni dan orang-orang
lain menyebutnya. Tanpa olivia dan Rakka sadari bahwa keduanya
sama-sama meraskan hatinya terketuk, terketuk akan sebuah rasa yang sama.
Olivia yang terketuk hatinya lebih awal
hanya merespon dengan cara tidak peduli, yaa begitulah olivia.
Lebih suka merasa tidak peduli dengan apa yang ia rasakan. Tidak ingin berbagi
dengan siapapun. Tanpa olivia sadari
itu akan hanya menjadi sebuah bomerang bagi dirinya. Yang kelak akan melukai
hati orang lain, bahkan hatinya sendiri.
Sementara Rakka
meresponnya hanya dengan senyuman, ia akan memendamnya terlebih dahulu. Mungkin
si Bejat satu ini begitu panggilan akrab olivia padanya sudah
terlalu merasa lebih professional dalam hal seperti ini. Sejak SMP Rakka sudah memiliki pacar yang masih
bertahan sampai saat ini. Bahkan pacarnya Rakka
itu adalah salah teman satu sekolahnya kini walau tidak satu kelas. Mungkin
inilah hal yang membuat Rakka lebih memendam rasa itu dan
bersikap sewajarnya walau sesungguhnya ia tau bahwa ‘Sepandai-pandainya tupai
melompat pasti akan jatuh juga’ Begitulah kira-kira pepatah yang pantas
untuknya.
olivia masih terdiam berdiri sambil mengedarkan
pandangan jauh-jauh melalui balkon kelasnya, yap. Kelas olivia
–dan teman-temanya juga pastinya- berada di lantai dua.
Semilir angin riuh yang masih terus bertiup seakan menerpa wajahnya tanpa
ampun. Sesekali ia menyeka anak-anak rambutnya yang membandel sesekali menutupi
wajah manisnya. Sesekali ia tersenyum,
sesekali bibir kecilnya seperti merapalkan sesuatu. Alasan ia tersenyum apalagi
kalau bukan gerak gerik salah tingkahnya, tubuhnya yang tiba-tiba merasa
memanas, seakan darahnya mengalir lebih cepat, dan tidak lupa jantungnya yang
berdetak menyalahi kecepatannya saat memompa darah saat berada di dekat pemuda
tampan teman sekelasnya sekaligus teman dekatnya.
Olivia lebih memilih berdiri mematung
seperti ini dari pada berada didalam kelas, percuma. Ia hanya akan mendengar
suara gaduh seperti pasar yang semua pedagangnya sedang mengobral barang
dagangannya. Ia merasa lebih tenang, bahkan ia bisa lebih merasakan perasaan
yang tak terduga yang ia rasakan beberapa bulan terakhir ini. menyenangkan,
batinnya. olivia memang bukan anak perempuan yang pendiam, malah ia lebih
terlihat hiperaktif. Apabila ia berteriak karena sedang bercanda, marah,
ataupun kecewa cukup menggetarkan benda-bedan yang ada dikelasnya. Tapi saat ini
ia sedang membutuhkan ketenangan. Untuk sekedar berfikir, pantaskah ia memiliki
rasa itu? rasa yang menurutnya seharusnya tidak ada namun tanpa sadar ia
menyukainya.
“Oliviaaaaaaaa……………….” Teriak nayla yang sedang
berada di meja barisan pertama kebelakang, barisan kedua dari samping pintu.
olivia hanya diam.
“Woy oliv…..”
panggil nayla lagi, sekarang ia sudah berada disebelah olivia
sambil sibuk merapikan blazernya yang berlambangkan BCIHS.
“hmm?” jawab olivia
“OLIVIAAA……”
teriak nayla lebih keras lagi karna merasa di cuekin abis-abisan hari
ini sama olivia. Walaupun nayla tidak semeja
dengan olivia tapi ia merasa dari tadi pagi olivia
diam saja, saat dipanggil jawabnya Cuma hmm hmm itu itu saja, saat ditanya
jawabannya singkat. Seperti sudah tidak ada semangat hidup.
“What’s up nay?
Kan tadi udah gue jawab” Jawab olivia, santai
“Gila lo. Hem ham hem ham itu
jawaban? Lo kenapasih? Gue Tanya cuek banget. Kalo ada sesuatu cerita kali. Lo
lupa lo disini punya sahabat?” Tanya nayla. Tepat.
olivia sedang menyembunyikan sesuatu.
olivia menggeleng. “nothing. I’m fine.
Just tired may be” katanya ‘Cape dengan keadaan, cape harus bersikap normal,
seakan semuanya baik-baik saja, tidak terjadi apa-apa’ batinnya melanjutkan.
“are you sure? But I can’t see if
you fine. Lo begitu terlihat aneh”
olivia mengangguk mantap
“yayaya whatever.” Kata nayla lalu
berjalan masuk kekelas meninggalkan olivia sendiri.
Belum saatnya nay.
Belum saatnya lo,sarah,aca tau. Gue belum yakin, batinya. Kemudian olivia tersenyum tipis.
*
Hati ini bertambah yakin, seakan tak
ada lagi yang bisa menghalangi rasa itu untuk terus merasuk jiwa. Ditambah
lengkungan bulan sabit yang terus terlihat dari bibirnya. Bahwa ia sangat
menyukainya, menyukai kehadiran rasa itu. tanpa ia sadari, ia belum begitu
mengerti apa yang akan ia rasakan selanjutnya. Sedih. Kecewa. Ia buang jauh
jauh dan melupakannya. Seakan dunia ini hanya miliknya, tak akan ada yang bisa
menyakitinya. Juga hatinya.
Semua yang telah terlupa seperti
kembali, memberikan sejuta jawaban akan pertanyaan yang takkan pernah terjawab
oleh hati. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati yang selalu dinanti?
Pagi ini seperti biasa, olivia
datang hampir terlambat. Sudah jadi bagian hidupnya kalau ia pasti sampai
sekolah dengan waktu yang mepet. Ia juga tidak mengerti, tapi menurutnya ia
sangat susah untuk berangkat lebih pagi. Pernah sih sekali-sekali, tapi
besoknya ia juga kembali lagi datang hampir terlambat. Karna menurutnya ia
tidak terlambat ini, hanya hampir terlambat. Lagi pula ayahnya pemilik 2/3 saham
sekolahnya ini. Siapa yang akan berani menghukumya?
“Olivia….”
Sapa Zahra salah satu sahabat baru olivia dengan senyum
manisnya. Seperti ingin berbicara sesuatu ketika olivia
melewati tempat duduknya.
“ya?” jawab olivia lalu berhenti
tepat disamping bangku Zahra masih dengan ekspresi yang sama dengan kemarin,
hanya senyum tipis yang terpancar dari bibir manisnya. Tapi dengan perubahan
sedikit. Biasanya olivia hanya akan menjawab dengan deheman
seperti tidak peduli.
“mm…. nothing. “ kata Zahra singkat.
Sebenarnya ia ingin bercerita sesuatu. Tapi, ia tak yakin bercerita sekarang.
Zahra masih melihat wajah sendu olivia yang kemarin,
sehingga Zahra tak yakin untuk bercerita apalagi-ini-soal-perasaannya. Sedangkan
ia tau perasaan olivia sedang tidak bagus akhir-akhir ini.
~
Hari ini Zahra terpaksa pulang
telat. Karna harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya. Tapi
tidak bersama Shilla karena mereka berbeda kelompok. Sebenarnya Zahra malas,
karena teman-temannya terlihat tidak ada yang peduli dengan tugas kelompok ini.
Tidak ada satupun yang mau rumahnya
di jadikan tempat untuk kerja kelompok. Zahra sih sebenarnya mau-mau saja.
Bahkan ia sudah menawarkan, tapi teman-temannya malah menolak dengan alasan
macam-macam. Ada yang bilang terlalu jauhlah, ada yang bilang malas kalau
dirumah Zahra. Yasudah akhirnya ia memberikan masukan agar disekolah saja.
Akhirnya teman-temanya setuju, walau terlihat seperti mau tak mau.
“hhh.. dasar emang tu anak-anak
males. Ih kenapa coba gue harus sekelompok sama mereka? Nyusahin aja bisanya.
Mana gue ditinggal sendirian lagi” runtuk Zahra, berbicara sendiri.
“Nahhh. Akhirnya beres jugakan.
Emang ya mending sekelompok sama si olivia deh. Pasti dia mau bantuin walau sedikit, tapisih yang
penting dia mau bantuin gue. Diakan juga pinter. Eh lagian salah gue juga sih
tadi nyuruh dia pulang duluan. Tapi… diakan lagi galau gitu. Gamungkin lah gue
minta tungguin” lagi-lagi Zahra berbicara sendiri
Zahra lalu menutup pintu kelas dan
hendak pulang. Lalu saat ia melewati tangga, ia terdiam sebentar. Zahra seperti
melihat siluet sesorang. Laki-laki dan memakai blazer berlambang BCIHS yang
sama dengannya. Ah masa ia cowo itu makhluk halus? Inikan belum malam. Hmm tapi
itu kaya kaka kelas gue. Tapi ngapain disini?, batinnya.
Dengan takut-takut Zahra berjalan
menghampiri laki-laki yang ia yakini adalah kaka kelasnya itu. Saat sudah dekat
Zahra sangat ragu. Sapa? Tidak? Sapa? Tidak? Akhirnya ia memberanikan diri
menyapanya.
“hai ka” sapa Zahra pelan.
Laki-laki itupun menoleh kebelakang,
menyadari ada sesorang yang menyapanya. “hai. Kamu siapa? Ngapain jam segini
masih disekolah?” Tanya laki-laki itu yang ternyata benar kaka kelasnya. Zahra
seperti tidak asing dengan kaka kelasnya itu. Zahra sudah pernah melihatnya
sesekali.
“emmm aku Zahra ka, anak kelas 10A. emmm aku.. aku abis kerja kelompok dikelas. Kaka sendiri?”
“Oh. gue Alvian. Anak 11B.
gue emang biasa disini sebelum pulang. Biasanya ngobrol sama temen-temen
sekelas tapi, tadi mereka baru aja pulang”
“Oh gitu. Em…. Yaudah deh ka. Aku
pulang duluan ya” Kata Zahra mengakhiri percakapannya. Lalu Zahra pergi.
“Hati-hati ya” kata alvian sedikit keras agar Zahra dapat mendengarnya
Zahra yang sudah agak jauh, Lalu
memalingkan wajah kebelakang dan tersenyum kearah alvian. Zahra merasakan sesuatu, sepertinya ia suka dengan alvian. Walau tingkahnya sedikit aneh tapi Zahra sangat kagum. Dan
mungkin sudah lebih dari batas kagum, batinya lalu ia terseyum kembali.
~
olivia hanya mengangguk dan tersenyum lalu
melanjutkan perjalanannya menuju mejanya. Yang terlihat sudah ada sarah disana.
“Pagi Piaaaa….”
Sapa sarah dengan senyum yang sangaaat lebar. Tapi menurut olivia
senyumnya berlebihan.
“Pagi. Kenapa lo sar?
Pepsoden lagi murah ya? Senyumnya lebar bener” kata olivia.
olivia tidak mau terlihat kaku seperti kemarin, karna ia tau pasti
akan menambahkan kecurigaan nayla. Bisa-bisa dia
dikira depresi berat dan akan menjadi gila.
“Hehehe Gue lagi bahagia nih pia!
Bahagiaaaaa bangeeet” kata sarah yang lagi-lagi
menurut olivia terlalu berlebihan, lebay gitu deh istilah jaman sekarang
mah.
“Seneng kenapa lo? Iih seneng
gabagi-bagi. Awas nanti malah gila lo” ejek olivia.
“yee.. nyebelin ah lo pia.
Mau nih gue bagi-bagi? Haha”
“yaa kalo lo gamau jadi Gila
sendirimah ya bagi-bagilah.”
“em…. Gue kayanya suka sama Deva”
olivia mengernyit “Deva mana? Setau
gue dikelas ini gaada yang namanya deva”
“emang bukan dikelas ini Piaa,
dikelas sebelah. Dia anak 10E, anaknya kece. Temen ekskul pramuka
gue” dengan suara lebih kecil, sengaja ia kecil-kecilkan karena Rakka
juga salah satu anak pramuka dan teman SMPnya Deva
“Oooh” kata olivia
sambil mengangguk-ngangguk
“dia temenya si
bejat satu nih. Temen SMPnya.
Oiyaaa jangan bilangin nayla
aca Zahra dulu yaa pliss” sambil
mengerak-gerakan dagu panjangnya kearah Rakka
dan dilanjutkan dengan tatapan memohon.
_ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Tidak ada komentar:
Posting Komentar